Komnas HAM Desak Pengakan Hukum Kematian AKP Riyanto Ulil Ashar
Padang, rakyatsumbar.id—-Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI Atnike Nova Sigiro mendesak untuk memastikan proses penegakan hukum yang adil dan transparan atas penembakan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Riyanto Ulil Anshar.
Dimana, Riyanto Ulil Ashar ditembak oleh Kabagops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar yang mengakibatkan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan meninggal dunia.
Atnike Nova Sigiro menjelaskan juga, peristiwa penembakan antara aparat penegak hukum kepolisian dengan aparat lainnya di Indonesia bukan yang pertama kali terjadi.
Sebelumnya, terdapat kasus penembakan Brigadir J di Jakarta.
“Komnas HAM menaruh atensi atas peristiwa penembakan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Riyanto Ulil Anshar tersebut. Komnas HAM, termasuk Sekretariat Komnas HAM di Sumatera Barat, akan melakukan pemantauan atas peristiwa tersebut,” jelasnya di Jakarta, Sabtu (23/11/2024).
Atnike Nova Sigiro menjelaskan juga, perlunya perlindungan saksi-saksi, dan korban dari peristiwa tersebut.
“Kita ingin adanya perlindungan terhadap saksi – saksi dalam kasus tersebut, selain itu, memastikan peristiwa yang sama tidak akan terjadi lagi di masa depan serta mengungkap akar permasalahannya untuk mencegah peristiwa serupa terulang kembali,” tutupnya.
Terpisah, melalui Plt Direktur Walhi Sumbar Abdul Aziz menegaskan kembali, polisi tembak polisi karena pem bekingan tambang ilegal merupakan pesan ketakutan dari pembeking karena usahanya akan dicabut secara permanent sebagai bentuk akar kejahatan tambang ilegal di Sumatera Barat (Sumbar).
“Mungkin kasus ini pertama di Indonesia, bagian kecil sindikat pelaku kejahatan tambang berani membunuh pejabat Polri di kantor polisi. Kami menilai, kelompok pelaku kejahatan tambang mencoba mengirim pesan ketakutan kepada KAPOLRI dan jajarannya,” katanya.
Siapa saja yang berani menyentuh bisnis tambang illegal, maka mereka akan dihabisi, bahkan di kantor polisi sendiri,” jabarnya.
Abdul Aziz menekankan, kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan murni akibat sindikat kejahatan lingkungan.
“Tambang yang membunuh bukan kali ini. Memang selama ini, korbannya lebih banyak rakyat dan masyarakat sipil. Karena negara tidak serius, kali ini polisi jadi korban berikutnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Abdul Aziz menyayangkan jika pengusutan kasus ini berhenti di kabag ops pelaku pembunuhan saja.
“Jika ini terjadi, pengorbanan almarhum ulil akan sia-sia. Kelompok pelaku kejahatan tambang illegal di seluruh daerah di Sumatera Barat akan tertawa dan menertawakan Polri,” tegasnya.
Abdul Aziz menekankan, sudah menjadi rahasia umum, menjamurnya tambang ilegal karena di bekingi oleh Oknum Polri.
“Akar kejahatan tambang harus dicabut permanen. Siapa yang tidak mengetahui? Oleh karena itu, Walhi mendorong Kapolri harus memeriksa Kapolres Solok Selatan dan Kapolda Sumbar hingga di copot jabatannya. Hal ini karena mereka gagal mengatasi akar kejahatan tambang di Sumatera Barat. Sehingga, setelah lingkungan dan rakyat, kini anggota POLRI yang jadi korban,” jelasnya.
Dengan terkuaknya, oknum polisi menjadi membekingi tambang ini, Abdul Aziz menjelaskan, Kapolri pasti dihadapi dua pilihan, ketakutan menertibkan tambang ilegal, menunjukan nyali dalam memberantas tambang ilegal.
“Bangsa besar yang merdeka, tidak akan menggadaikan martabatnya kepada kelompok dan jaringan tambang illegal,” tutupnya. (edg)