Febby Dt Bangso Sandang Gelar Doktor Bidang Pariwisata
Padang, rakyatsumbar.id— Febby Dt Bangso dinyatakan berhak menyandang gelar doktor pariwisata oleh ketua penguji pada sidang terbuka promosi doktor pariwisata di kampus institute pariwisata trisakti IKN Bintaro di bilangan Jakarta Selatan dan dinyatakan lulus dengan pujian.
Febby Dt Bangso memaparkan Disertasi yang berjudul Strategi Ketahanan Pariwisata pada masa krisis , studi adaptasi dan berkelanjutan di Provinsi Balil
Dihadapan Penguji, Agus Riyanto selaku ketua penguji dengan anggota Prof Mirza dari Institute Pariwisata Trisakti , Prof Dr Ir Reni Maryeni Mp, Deputy Kajian Strategik Lemhanas RI , Prof Tafdil Husni dari Universitas Andalas , Mayjen Dr Jhoni Wijayanto dari Univesitas Pertahanan.
Didampingi Promotor Prof Willy Arafah dan Co Promotor Dr Rahmad Ingkedijaya dan Ketua Prodi S3 SKSG UI Dr Margaretha Hanita Penulis Buku Ketahanan Nasional yang juga Ketua APTANNAS (Asosiasi Dosen dan Pengajar Ketahanan Nasioanal)
Febby Dt Bangso memaparkan, Ketahanan diuji saat kita menghadapi krisis , apakah kita mampu melewati krisis dan mampu untuk bangkit kembali dan kita juga harus mempelajari kerentanan kerentanan yang akan terjadi sehingga kita bisa menyiapkan strategi ketahanan pariwisata untuk menghadapi berbagai macam krisis yang pernah terjadi di bali, seperti krisis politik , krisis ekonomi , krisis keamanan , krisis bencana dan krisis kesehatan.
Lebih lanjut Febby Dt Bangso menyampaikan bahwa dari lima krisis tersebut, jika kita tidak mengantisipasi maka krisis itu akan melahirkan krisis baru di dunia pariwisata yakni krisis reputasi
Krisis reputasi akan memberikan pengaruh dan dampak besar terhadap keberlangsungan pariwisata , jika bali sebagai destinasi kita dianggap tidak aman dan tidak nyaman bagi wisatawan maka pariwisata kita akan lebih terpuruk lagi , pengalaman masa lalu tentang tragedi bom bali adalah preseden buruk dimana febby dt bangso melihat adanya kegagalan fusi inteligent dimana bom bisa terjadi dua kali berturut turut.
Febby juga menegaskan perlu antisipasi khusus terhadap kebijakan visa on arrival dengan mengidentifikasi wisatawan mancanegara yg datang ke bali dan memprofiling siapa mereka untuk keamanan bali saat ini sebab banyak orang asing yang datang ke Bali saat ini mengganggu keamanan dan kenyamanan di Bali.
FDB menyorot tentang keamanan dan kesehatan yang menjadi kata kunci rujukan UN Tourism , dan pembelajaran atas kejadian bom bali satu dan, bom bali dua termasuk gangguan gangguan lainnya seperti pembunuhan oleh WNA yang dilakukan terhadap wisatawan asing di Bali, pabrik narkoba oleh warga negara asing di Bali dan dijadikan tempat pelarian atau persembunyian pelaku kejahatan internasional.
Disamping itu, Febby Dt Bangso mengingatkan agar intelijen indonesia harus difokuskan juga untuk kepentingan pariwisata jangan hanya untuk kepentingan politik dan keamanan tetapi bagaimana inteligent mampu membangun issue dan penguatan brand terhadap destinasi pariwisata di indonesia.
“Kita melihat bagaimana intelijen korea bekerja untuk kepentingan pariwisatanya, research market bahkan kuliner nya menyesuaikan dengan lidah orang indonesia bahkan gerai makanan korea itu sudah ada dari Aceh sampai Papua, belum lagi industri musik K-Pop yang menjadi daya tarik anak anak Indonesia dan tontonan seperti drama korea dengan latar belakang objek wisata yang ada di Korea menjadi referal bagi wisatawan nusantara menjadikan Korea sebagai daerah tujuan wisata,” katanya.
Febby Dt Bangso dalam penelitian ini menyempurnakan novelty yang disampaikan holladay (2018) untuk membangun ketahanan dan keberlanjutan pariwisata perlu pemahaman interaksi sistem sosial, ekonomi, kelembagaan hingga variabel ekologi , menurut febby datuk bangso pasca pendemi Covid-19 dan krisis iklim dan extreame weather, perang Rusia-Ukraina, dan kondisi kondiai kekinian apa yang disampaikan holladay tidak cukup tetapi harus ditambahkan dengan budaya.
“Geo politik dan issue global karena budaya yang menjadi pembedaan sekaligus menjadi daya tarik untuk ketahanan pariwisata, issue global dan geopolitik menjadi strategis untuk kemanan destinasi pariwisata,” sebutnya.
Febby juga menjelaskan perlu pengukuran terhadap ketahanan destinasi, ketahanan industri tanpa mengabaikan ketahanan komunitas dan kearifan lokal untuk ketahanan pariwisata secara komprehensif.
Saat Krisis terjadi saat pendemi Covid-19, dunia industri pariwisata dan destinasi pariwisata di bali merasakan begitu dashyatnya dampak yang terjadi dari sisi kegiatan aktivitas pariwisata sehingga mengganggu stabilitas ekonomi, ternyata cara pandang pelaku industri pariwisata tidak seluruhnya sama bagi masyarakat adat Bali.
Masyarakat Bali, krisis dimaknai sebagai Tri Hita Karana dimana semua kejadian krisis adalah bentuk keseimbangan untuk menjaga hubungan antara Manusia dengan Tuhan, Manusia dengan Manusia dan Manusia dengan Alam dan bagi mereka semua krisis adalah Astungkara, Memang Sudah JalanNya dan orang Bali akan terus mengamalkan Tri Karya Parisudha sebuah kearifan lokal sosial agar tetap berfikir yang benar (Manacika), berkata yang benar (Wacika) dan berbuat yang benar (Kayika).
“Nasionalisme adalah akar dari jawaban tentang Ketahanan Pariwisata yang mana meliputi industri dan destinasi dimana bahagian terpenting adalah ketahanan komunitas masyarakat setempat agar industri dan destinasi bisa tetap bertahan dan berkelanjutan, pendekatan ketahanan pariwisata dengan antropologi pariwisata memberikan pandangan terhadap wawasan Nusantara,” sebutnya.
Febby Dt Bangso dalam akhir paparannya menyampaikan perlu sosialisai oleh kementrian pariwisata kepada stake holder bahwa pbb telah meratfikasi sejak tahun 2022 dan menetapakan 17 Februari sebagai hari ketahanan pariwisata global. (edg)