rakyatsumbar.id

Berita Sumbar Terkini

Beranda » Pengaruh Alih Kode dan Campur Kode Terhadap Penyesuaian Budaya Mahasiswa Program PMM di Kampus UNP

Pengaruh Alih Kode dan Campur Kode Terhadap Penyesuaian Budaya Mahasiswa Program PMM di Kampus UNP

Foto ilustrasi

Oleh : IflahLi’idaini, Tressyalina

Pertukaran Mahasiswa Merdeka merupakan program yang sangatdiminati oleh mahasiswa Indonesia. Pada tahun 2022, Kemendikbud bekerjasama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) mengadakan program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM).

Program tersebut bertujuan agar mahasiswa mendapat pengalaman baru mengenai nilai-nilai keberagaman suku, budaya, agama, dan bahasa yang mungkin belum pernah diketahui oleh mahasiswa selama hidupnya.

Tidak hanya itu, program PMM juga memiliki tujuan untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan, kepercayaan diri, serta kepekaan sosial mahasiswa selama satu semester di perguruan tinggi tempat mahasiswa melakukan pertukaran.

Salah satu perguruan tinggi yang sangat diminati mahasiswa untuk menjalankan program Pertukaran Mahasiswa Merdeka adalah Universitas Negeri Padang (UNP).

Dalam menjalani program PMM, bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang sangat penting agar terjalin suatu pergaulan yang baik di antara mahasiswa pendatang dengan mahasiswa lokal. Mengingat pentingnya peranan bahasa dalam kehidupan, maka dituntut kebijaksanaan dalam penggunaannya agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan mudah oleh orang lain.

Alih kode dan campur kode sering kali terjadi di suatu tempat yang didalamnya terdapat berbagi etnis, suku, bahasa, dan ragam budaya. Alih kode adalah fenomena linguistik dimana penutur berpindah dari satu bahasa atau variasi bahasa ke bahasa atau variasi bahasa lain dalam satu percakapan atau bahkan dalam satu kalimat.

Ini sering terjadi di komunitas bilingual atau multilingual dan dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti untuk menekankan suatu poin, menunjukkan identitas sosial, mengisi kekosongan leksikal, atau menyesuaikan dengan situasi dan audiens. Alih kode bias menunjukkan fleksibilitas dan keterampilan bahasa penutur, serta memberikan wawasan tentang dinamika sosial dan budaya dalam setiap interaksi mereka.

Alih kode disebabkan karena orang yang bersangkutan berlatih menggunakan bahasa tertentu dalam membicarakan suatu pembicaraan. Sedangkan campur kode terjadi apabila seorang pembicara menggunakan bahasa yang dominan namun disisipkan dengan bahasa lain. Campur kode terjadi ketika bahasa-bahasa yang berbeda digabungkan dalam satu kalimat atau klausa. Hal ini terjadi ketika terdapat kata atau frasa dari bahasa lain yang disisipkan ke dalam kalimat tersebut. Salah satu fenomena inilah yang terjadi di Universitas Negeri Padang.

Dalam skala wilayah yang besar, banyak mahasiswa dari luar Sumatera Barat dan dari luar Pulau Sumatera yang menuntut ilmu di sana, seperti Medan, Jakarta, Kalimantan, dan lain sebagainya. Dalam posisi ini mereka membawa cirri khas masing-masing daerah, baik suku, etnis, bahasa, agama, maupun sosial dan budaya.

Kondisi ini mengharuskan mahasiswa pendatang beradaptasi dengan lingkungan di mana ia tinggal sementara selama ia menuntut ilmu. Hal ini karena mahasiswa tersebut akan bertemu dan berinteraksi dengan mahasiswa lain yang beranekaragam.

Alih kode dan campur kode ini sering digunakan oleh beberapa mahasiswa saat berada di tempat baru dengan tujuan meningkatkan komunikasi dan mempermudah untuk menjalin keakraban antar sesama mahasiswa.

Dalam percakapan yang tidakformal, contohnya ialah ketika mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) sering mencampurkan bahasa daerah Minangkabau dan bahasa Indonesia yang dikenal dengan istilah Indomi, yaitu Indonesia Minang. Ini terjadi karena mereka tidak mengetahui suatu kata dalam bahasa Indonesia sehingga diganti dengan bahasa Minang. Selain itu, alih kode dan campur kode ini bias terjadi karena kebiasaan memakai bahasa daerah.

Contohnya dalam kalimat “Lai ada dosenya masuk hari ini?” yang artinya “Dosennya masuk ga hari ini?” Contoh lainnya seperti dalam kalimat “Ga pergi kamu kesana doh?” yang artinya “Kamu ga pergi kesana?”.

Begitu pun dengan mahasiswa yang sedangmenjalani program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) di Universitas Negeri Padang.

Contoh lainnya ialah kalimat campur kode dari salah satu mahasiswa yang berasal dari Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur yang memakai kalimat “Ada angsulnya, Bang?” yang artinya “Ada kembaliannya, Bang?”.

Adapun mahasiswa PMM yang Berasal dari Universitas Brawijaya, Kota Malang Provinsi Jawa Timur yang memakai kalimat “Aku luwe banget,” yang artinya “Aku lapar banget.” Contoh lainnya seperti dalam kalimat “Kamu duwe lima puluh ribu ga? Pinjam sek buat beli makan,” yang artinya “kamu punya lima puluh ribu ga? Pinjam dulu buat beli makan”

Kalimat-kalimat tersebut sering sengaja maupun tidak sengaja diucapkan oleh mahasiswa untuk berkomunikasi sehari-hari. Ini bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan ini akan menjadi hal yang sangat menarik untuk bercengkrama sesama mahasiswa serta menjadi topic pembahasan saat berkumpul karena dapat belajar bahasa-bahasa baru yang belum pernah didengar sebelumnya.

Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan alih kode dan campur kode memiliki pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian budaya mahasiswa Program PMM di Universitas Negeri Padang. Semakin sering mahasiswa menggunakan alih kode dan campur kode, semakin tinggi tingkat penyesuaian budaya yang mereka alami.

Ini mengimplikasikan bahwa penggunaan alih kode dan campur kode dapat dianggap sebagai strategi efektif dalam memfasilitasi penyesuaian terkait bahasa dan budaya mahasiswa Program PMM di lingkungan Universitas Negeri Padang. (*)

About Post Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *