Hakim Pengadilan Tinggi Padang Kabulkan Permohonan Banding Warga Sumpur
Padangpanjang, rakyatsumbar.id–Setelah menanti cukup lama, akhirnya perjuangan warga Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanahdatar, Isna dan Aida Amir untuk mempertahankan hak-haknya, berbuah manis. Pengadilan Tinggi Padang mengabulkan permohonan banding yang diajukan keduanya yang sebelumnya merupakan tergugat saat kasusnya bergulir di Pengadilan Negeri Padangpanjang.
Isna menjual tanahnya yang sudah bersertifikat hak milik kepada Aida Amir yang juga warga Sumpur. Namun warga Malalo, Zaibul Datuak Kabasaran Nan Itam dan Farida, menggugat Isna dan Aida Amir di Pengadilan Negeri Padangpanjang karena mengklaim tanah yang dijual Isna adalah harta pusaka tinggi kaumnya.
Kepada wartawan, Isna dan Aida Amir yang didampingi kuasa hukumnya menyebutkan, Pengadilan Negeri Padangpanjang telah memutus perkaranya pada tingkat pertama pada 13 Juli lalu yang menyatakan gugatan warga Malalo tersebut tidak dapat diterima atau niet ontvankelijk verklaard (NO).
“Kami tidak puas dengan putusan tersebut sehingga kami mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Padang, karena kami ingin keadilan dan adanya kepastian hukum atas hak-hak kami baik sebagai penjual maupun pembeli yang telah kami lakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” katanya.
Pengadilan Tinggi Padang dalam putusannya Nomor 163/PDT.G/2021/PT.PDG tanggal 14 Oktober 2021 menyatakan, menerima permohonan banding dari para pembanding atau semula sebagai tergugat 1 (Isna) dan tergugat 2 (Aida Amir) serta turut terbanding semula turut tergugat (BPN). Selanjutnya Pengadilan Tinggi Padang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Padang Panjang Nomor 7/Pdt.G/2020/PN.Pdp tanggal 13 Juli 2021.
Majelis hakim tinggi yang menangani perkara ini, hakim ketua Mirdin Alamsyah, SH, MH dan hakim anggota Inrawaldi, SH, MH dan Charles Simamora, SH, MH menyatakan, perolehan tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 00085 tahun 2020, Surat Ukur Nomor 00064/2020 tanggal 6 Januari 2020 seluas 5.870 m2 yang terletak di Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar yang diperoleh Aida Amir dari Isna melalui perbuatan hukum jual beli adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena itu, Aida Amir adalah orang yang berhak atas tanah SHM Nomor 00085 tahun 2020 seluas 5.870 m2 tersebut.
“Selanjutnya menghukum Zaibul Datuak Kabasaran Nan Itam dan Farida untuk membongkar atau merobohkan bangunan yang telah didirikannya, baik secara sukarela atau dengan bantuan alat berat dan pengamanan aparat keamanan nantinya apabila tidak melaksanakan putusan yang telah ditetapkan,”ujar majelis hakim dalam amar putusannya.
Zaibul Datuak Kabasaran Nan Itam dan Farida juga dihukum untuk menyerahkan tanah SHM Nomor 00085 seluas 5.870 m2 yang diperkarakannya kepada Aida Amir dalam keadaan kosong dan bebas dari haknya dan hak orang lain yang diperoleh dari padanya. Zaibul Datuak Kabasaran Nan Itam dan Farida juga diwajibkan untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100.000,- setiap hari keterlambatan dalam melaksanakan putusan untuk merobohkan/membongkar bangunan yang didirikan atas tanah tersebut, terhitung sejak perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim tinggi mengatakan, Zaibul Datuak Kabasaran Nan Itam (terbanding 1) dan Farida (terbanding 2) tidak dapat membuktikan dalil pokok gugatannya bahwa objek perkara adalah harta pusaka tinggi kaumnya, sehingga tidak perlu mempertimbangkan petitum (tuntutan) mereka. Keduanya juga telah melakukan perbuatan tanpa hak dan melawan hukum karena tanah yang diperkarakan merupakan milik Aida Amir (pembanding 2).
Dalam gugatannya, Zaibul Datuak Kabasaran Nan Itam dan Farida mengatakan jika tanah yang dijual Isna pada Aida Amir adalah harta pusaka tinggi kaumnya yang terletak di Jorong Rumbai, Nagari Padang Laweh Malalo, Batipuh Selatan.
Sedangkan tergugat yang merupakan warga Nagari Sumpur sebagai penjual dan pembeli serta notaris dan BPN Tanah Datar meyakinkan, jika tanah yang dijual Isna pada Aida Amir berada di Jorong Suduik, Nagari Sumpur, Batipuh Selatan yang dibuktikan dengan bukti SHM atas nama Isna dan pembayaran PBB, SK Bupati No 1 tahun 1955 yang menegaskan batas tiga nagari merujuk pada peta “Kaart Van de Nagaries Boenga Tandjoeng, Soempoer en Padang Lawas” yang merupakan peta administrasi tiga nagari, yaitu Nagari Bungo Tanjung, Sumpur dan Padang Laweh Malalo serta dokumen lainnya.
Terpisah, Tim Tanah Ulayat Nagari Sumpur, H. Yohanes yang juga mewakili pemilik tanah menyebut, pihaknya mengucapkan rasa syukur atas kebenaran yang terungkap dan menjadi terang tentang kepemilikan tanah yang dipermasalahkan.
Dengan adanya putusan majelis hakim PT Padang tersebut, lanjut H. Yohanes, maka status sertifikat tanah warga Sumpur yang termasuk dalam tanah 60 hektare di Jorong Suduik, Nagari Sumpur ini, adalah tetap sah secara hukum dan hak-hak yang melekat pada tanah yang bersertifikat itu dilindungi oleh negara sesuai aturan yang berlaku.
Sejak awal, lanjut H. Yohanes yang biasa disapa H. Yos, pihaknya telah menjelaskan jika proses penerbitan SHM atas nama Isna sampai dengan pembelian tanah oleh Aida Amir telah sesuai dengan ketentuan yang proses yang berlaku. Aida Amir sendiri merupakan notaris profesional yang sangat memahami hukum, sehingga tak perlu diragukan lagi legalitas kepemilikan dan proses jual beli tanah, dan lokasi tanahnya sesuai yang tertera di sertifikat berada di Nagari Sumpur, Kecamatan Batipuh Selatan, Kabupaten Tanah Datar.
Bahkan dalam kasus pidananya, para tersangka warga Malalo yang melakukan tindak pidana pembakaran sepeda motor, pengrusakan pagar serta merusak rumah warga di sekitar lokasi karena tidak senang dengan pemagaran yang dilakukan pemilik tanah (Aida Amir) di lahan yang telah dibeli, telah menjalani hukumannya. Walaupun proses pidana tersebut belum tuntas karena belum semua pelaku tertangkap, namun prosesnya masih berjalan di Polres Padangpanjang sampai saat ini.
“Saya percaya pihak kepolisian tetap memproses pelaku pidana yang belum tertangkap itu demi menjaga stabilitas keamanan dan keadilan terutama warga Sumpur yang jadi korban,”ujar H. Yos.
Pihaknya berharap, dengan adanya putusan hakim PT Padang ini proses investasi Kawasan Terpadu Wisata, Olahraga dan Sekolah Internasional “Siti Noerjannah” yang sempat terkendala, dapat dilanjutkan. Karena selama proses hukum berlangsung, proses pembangunan terkendala sehingga merugikan banyak pihak, baik masyarakat Sumpur dan sekitarnya, Pemkab Tanahdatar dan Provinsi Sumbar umumnya, yang seharusnya sudah berjalan. (ned)