Kaidah sosial adalah aturan-aturan atau pedoman hidup yang mengatur perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat agar tercipta keteraturan, keharmonisan, dan keamanan sosial.
Kaidah ini berasal dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan berfungsi sebagai pengendali atau pengontrol agar anggota masyarakat bertindak sesuai norma yang diterima bersama. Kaidah sosial sifatnya tidak hanya menjelaskan dan menganjurkan perilaku, tapi juga mengharuskan dan memaksa anggotanya untuk menaati aturan tersebut demi kebaikan bersama.
Kaidah sosial adalah aturan atau panduan perilaku yang diterima dan diikuti oleh anggota masyarakat agar tercipta keteraturan dan keharmonisan sosial. Pelanggaran terhadap kaidah sosial ini, khususnya norma kesopanan dan perlindungan anak, dapat menimbulkan sanksi sosial, berupa kecaman bahkan proses hukum jika ada unsur pelanggaran hak anak atau norma hukum yang berlaku (Pasal 76E UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan lainnya).
Secara umum, kaidah sosial terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
Kaidah kesopanan, yaitu aturan yang mengatur tingkah laku yang pantas dan sopan dalam pergaulan sosial, berdasarkan kebiasaan dan nilai budaya masyarakat.
Kaidah kesusilaan, yakni aturan yang berhubungan dengan moral dan etika yang mengatur baik buruknya tindakan manusia.
Kaidah agama, yang merupakan peraturan yang berasaskan ajaran agama dan biasanya bersifat mengikat secara spiritual.
Kaidah hukum, yaitu aturan tertulis yang dibuat oleh negara dan bersifat memaksa, dengan sanksi yang diberikan aparat penegak hukum bagi pelanggarnya.
Kaidah sosial berfungsi sebagai alat untuk mengontrol penyimpangan sosial, menjaga keteraturan dan ketentraman dalam masyarakat, dan memberikan pedoman bagi anggota masyarakat dalam berinteraksi dan bertindak.
Pelanggaran terhadap kaidah sosial biasanya mengakibatkan sanksi sosial berupa celaan, pengucilan, stigma, atau bahkan sanksi hukum tergantung pada jenis pelanggaran dan norma yang dilanggar.
Dalam kasus Elham Yahya, tindakan mencium anak-anak perempuan di panggung publik dianggap melanggar kaidah sosial berupa kesopanan, etika berinteraksi dengan anak, dan hak anak atas perlindungan dari tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabat anak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyatakan tindakan tersebut telah menyerang harkat dan martabat anak, melanggar prinsip-prinsip hak anak, dan aturan hukum perlindungan anak yang berlaku.
– Tindakan Elham Yahya, seorang pendakwah, yang mencium anak perempuan di panggung menjadi viral dan menimbulkan kontroversi karena dianggap tidak sesuai dengan norma kesopanan dan kesusilaan dalam masyarakat.
– Secara moral, tindakan ini melanggar batas etika karena tidak mempertimbangkan persetujuan dan batasan interaksi aman dengan anak.
– Secara hukum, tindakan tersebut potensial melanggar UU Perlindungan Anak, khususnya larangan melakukan perbuatan cabul atau tidak pantas terhadap anak di ruang publik.
– Reaksi masyarakat dan lembaga seperti KPAI menegaskan perlunya edukasi yang lebih kuat kepada publik tentang batasan interaksi dengan anak serta perlindungan anak dari segala bentuk pelecehan.
– Pendakwah sebagai publik figur dan teladan seharusnya menjaga sikap yang mencerminkan nilai dakwah yang rahmatan lil ‘alamin, bukan sebaliknya menimbulkan kontroversi.
Dapat disimpulkan dalam kasus Elham Yahya ini mengajarkan kita pentingnya memahami batas-batas norma sosial dan etika, terutama dalam berinteraksi dengan anak-anak.
Meskipun Elham Yahya mungkin bermaksud baik untuk menunjukkan kasih sayang, tindakan mencium anak perempuan di depan umum dinilai banyak orang tidak pantas karena melanggar kaidah kesopanan dan hak anak atas perlindungan. Sebagai seorang pendakwah yang juga figur publik, Elham Yahya seharusnya lebih berhati-hati dalam bersikap supaya bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.
Tindakan tersebut tidak hanya menimbulkan kontroversi, tetapi juga merusak citra dakwah yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai yang mulia dan menghormati orang lain.
Kasus ini juga jadi pelajaran untuk kita semua, terutama yang punya peran sebagai publik figur atau pemimpin, agar selalu memperhatikan norma sosial dan hukum yang berlaku. Dengan begitu, kita bisa menjaga keharmonisan sosial dan melindungi hak anak sebagai generasi penerus bangsa.
Jadi, dalam berdakwah atau berinteraksi sosial, pintar-pintarlah menjaga batas supaya tidak menimbulkan salah paham dan konflik di masyarakat. kasus ini mengingatkan kita untuk lebih sensitif terhadap norma sosial dan sangat menjaga perlindungan anak agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau tersakiti akibat tindakan yang kurang tepat. (*)

