Site icon rakyatsumbar.id

Mendesaknya Pemindahan Ibu Kota Negara ke IKN: Antara Kebutuhan dan Tantangan

Oleh: Ahmad Faraz Al Jundi

(NIM 2510831012) Mahasiswa Ilmu Politik, FISIP Unand

Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur merupakan salah satu kebijakan paling ambisius dalam sejarah pembangunan Indonesia. Rencana besar ini memunculkan pro dan kontra di kalangan akademisi, politisi, aktivis lingkungan, maupun masyarakat umum.

Pertanyaan yang kerap muncul adalah: Apakah pemindahan ibu kota benar-benar mendesak? Untuk menjawabnya, perlu ditelaah kondisi Jakarta saat ini, tantangan yang dihadapi bangsa, serta visi jangka panjang Indonesia menuju pembangunan berkelanjutan (Najwa Tasya, 2024).

Beban Jakarta yang Tak Lagi Tertanggungkan

1. Kepadatan Penduduk

Jakarta dihuni lebih dari 10 juta jiwa, sementara kawasan Jabodetabek mencapai lebih dari 30 juta jiwa.

Dampaknya:

Urbanisasi tinggi yang melebihi kapasitas hunian.

Masalah sosial seperti pengangguran, kriminalitas, dan kesenjangan sosial.

Tekanan pada infrastruktur dasar: air bersih, listrik, transportasi, dan sanitasi

2. Kemacetan Lalu Lintas

Kemacetan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga Jakarta. Bank Dunia memperkirakan kerugian ekonomi akibat macet mencapai lebih dari Rp65 triliun per tahun. Waktu produktif terbuang di jalan, menurunkan efisiensi kerja, dan memperburuk kualitas hidup.

3. Banjir dan Krisis Lingkungan

Penyebab banjir: berkurangnya daerah resapan air, sistem drainase buruk, dan penurunan tanah 7–10 cm per tahun.

Dengan kenaikan permukaan laut, sebagian wilayah Jakarta Utara diperkirakan akan tenggelam pada 2050 jika tidak ada intervensi besar.

4. Fungsi Ganda Jakarta

Jakarta menanggung dua peran besar: pusat pemerintahan sekaligus pusat ekonomi nasional. Beban ganda ini menimbulkan ketidakefisienan karena hampir semua aktivitas politik, ekonomi, dan sosial berskala nasional terpusat di kota ini (Putri, 2019).

Ketimpangan Pembangunan Jawa dan Luar Jawa

Lebih dari 57% penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa dan lebih dari 70% PDB nasional dihasilkan dari wilayah ini. Konsentrasi yang timpang ini menimbulkan kesenjangan serius dengan luar Jawa.

Pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur diharapkan mampu:

Menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Mempercepat pembangunan kawasan timur Indonesia.

Menarik investasi melalui pembangunan infrastruktur, logistik, dan kawasan industri.

Dengan demikian, urgensi pemindahan ibu kota tidak hanya soal mengurangi beban Jakarta, tetapi juga demi keseimbangan pembangunan nasional.

Risiko Bencana dan Faktor Keamanan Nasional

1. Kerentanan Jakarta

Rawan banjir tahunan.

Berpotensi terdampak gempa bumi akibat pergerakan lempeng di sekitar Jawa.

Ancaman kenaikan permukaan laut global.

Menempatkan pusat pemerintahan di wilayah rawan bencana jelas merupakan risiko besar.

2. Keunggulan Kalimantan Timur

Relatif aman dari gempa, tsunami, dan letusan gunung berapi.

Letaknya di tengah Indonesia memudahkan koordinasi antarwilayah.

Secara geopolitik lebih strategis untuk pusat pemerintahan.

3. Simbol Transformasi Nasional

Pemindahan ibu kota bukan sekadar relokasi fisik, melainkan simbol transformasi:

Kota Hijau dan Berkelanjutan: 70% area ruang terbuka hijau, energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan.

Kota Pintar (Smart City): tata kelola berbasis data dan teknologi digital.

Simbol Persatuan Bangsa: mengurangi kesan “Jawa-sentris” dan mewujudkan pemerataan pembangunan.

Kritik terhadap Mendesaknya Pemindahan (Haptari, 2022)

Meski memiliki alasan kuat, pemindahan IKN juga menuai kritik, antara lain:

1. Pendanaan Besar

Biaya pembangunan diperkirakan lebih dari Rp400 triliun.

Di tengah utang negara dan kebutuhan mendesak lain seperti pendidikan, kesehatan, serta pengentasan kemiskinan, muncul pertanyaan apakah proyek ini benar-benar prioritas.

2. Isu Lingkungan

Kalimantan dikenal sebagai paru-paru dunia.

Pembangunan kota baru dikhawatirkan mempercepat deforestasi dan mengancam satwa liar seperti orangutan.

3. Masalah Sosial

Potensi konflik lahan dengan masyarakat lokal, terutama masyarakat adat.

Urbanisasi baru berpotensi menciptakan ketimpangan sosial.

4. Ketidakpastian Politik

Proyek jangka panjang ini melampaui masa jabatan presiden.

Tanpa konsensus politik, ada risiko proyek terhenti di tengah jalan.

Jalan Tengah: Mendesak, tetapi Harus Bijak

Pemindahan ibu kota memang mendesak melihat kondisi Jakarta yang semakin kritis. Namun, langkah ini tidak boleh terburu-buru. Beberapa prinsip yang harus dijaga antara lain:

1. Transparansi Anggaran – publik harus tahu sumber dana dan mekanisme investasi.

2. Perlindungan Lingkungan – konsep kota hijau harus benar-benar dijalankan, bukan sekadar jargon.

3. Pelibatan Masyarakat Lokal – hak masyarakat adat dan warga Kalimantan harus dijamin.

4. Konsistensi Kebijakan – proyek harus mendapat dukungan lintas partai agar berkelanjutan (Susanto, 2024).

Penutup

Pemindahan Ibu Kota Negara ke IKN adalah langkah berani yang lahir dari kebutuhan nyata. Jakarta sudah tidak lagi ideal sebagai pusat pemerintahan: terlalu padat, rawan bencana, dan terbebani fungsi ganda.

Dari sisi pembangunan nasional, IKN dapat menjadi momentum pemerataan ekonomi sekaligus simbol transformasi Indonesia menuju negara modern. Namun, urgensi pemindahan tidak boleh mengabaikan tantangan besar berupa pendanaan, lingkungan, sosial, dan politik.

Jika dijalankan dengan transparansi, keberlanjutan, serta konsensus nasional, IKN berpotensi menjadi warisan monumental bagi generasi mendatang. Sebaliknya, jika salah langkah, proyek ini justru bisa menjadi beban berat yang memperparah masalah bangsa.(*)

Exit mobile version