Site icon rakyatsumbar.id

Kisah Haru Orang Tua Ikhsan dan Ikbal: Beban Finansial dan Upaya Damai dalam Sengketa Hukum

Kisah haru orang tua Ikhsan dan Ikbal, beban finansial dan upaya damai dalam sengketa hukum.

Darmawati, seorang ibu berusia 56 tahun yang sehari-hari menjalani profesi sebagai penjual kelapa muda di kawasan Pantai Padang, membagikan kisah memilukan terkait proses hukum yang membelit kedua anaknya, Ikhsan dan Ikbal yang ditahan di Polsek Padang Barat Kisah ini menjadi cerminan kompleksitas dan ketidakadilan yang sering menimpa keluarga rakyat kecil dalam menghadapi persoalan hukum.

Dalam pengakuannya, Darmawati menceritakan betapa dirinya telah berulang kali berupaya mendamaikan konflik dengan pihak keluarga yang bersangkutan, bahkan sampai bersujud dan memohon secara tulus bersama istri Ikbal yang sedang mengandung agar tuntutan dapat dicabut. Namun, ia justru menerima perlakuan tidak menyenangkan, bahkan diusir dari tempat tersebut.

“Kami sudah coba berbagai cara, saya dan istri Ikbal pun telah memohon, tapi saya malah diusir,” kata Darmawati dengan suara pilu.

Selain itu, Darmawati membeberkan adanya permintaan uang sebesar Rp50 juta sebagai syarat perdamaian, yang sangat memberatkan bagi keluarga biasa seperti mereka. “Anak saya sudah ditahan lebih dari sebulan, tapi diminta uang sebanyak itu. Dari mana saya bisa dapat uang segitu?” ujarnya dengan rasa keterpaksaan yang mendalam.

Meskipun berbagai upaya mediasi dan pertemuan di Polsek Padang Barat telah dilakukan, proses tersebut belum membuahkan hasil damai yang diharapkan. Beban berat secara psikologis dan ekonomi terus menghantui keluarga ini.

Sebagai penjual kelapa muda dengan penghasilan terbatas, tuntutan biaya yang besar sangat membebani keberlangsungan hidup keluarga Darmawati. Ia berharap ada keadilan dan solusi hukum yang tidak hanya mengedepankan prosedur, tetapi juga memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat kecil.

Darmawati secara khusus menyampaikan harapan dan permohonan kepada Kapolda Sumatera Barat, Kajati Sumatera Barat, Gubernur, Walikota Padang, Polresta Padang, dan Kajari Padang untuk memberikan perhatian serius terhadap kasus ini. “Apakah seperti inikah penegakan hukum bagi rakyat kecil seperti kami, yang berbanding terbalik dengan perlakuan terhadap orang-orang berkuasa, apalagi ketika melibatkan lingkungan kejaksaan Sumbar?” katanya.

Klarifikasi Penasihat Hukum Mengenai Insiden Antara Ihsan, Ikbal, dan Farhan: Perkelahian Bukan Pengeroyokan

Penasihat hukum Ihsan dan Ikbal, Jumital,SH memberikan klarifikasi terkait insiden yang melibatkan kedua kliennya dengan Farhan. Dalam penjelasan saat Konfrensi Pers Senin ( 22/12/2024 ) di Voca Kopi Jl. Bandar Purus No. 75, Padang Pasir, Kecamatan Padang Barat Kota Padang Menegaskan bahwa peristiwa yang terjadi adalah perkelahian satu lawan satu maupun dua lawan dua, bukan pengeroyokan seperti yang disinyalir beberapa pihak.

Menurut data dan keterangan yang dihimpun dari teman-teman sesama pemain domino, insiden bermula dari tolak-menolak antara Ihsan dan Farhan, dimana Farhan menolak untuk bertarung dengan Ikbal karena kondisi kesehatannya yang tidak fit dan istrinya yang tengah hamil tua. Walaupun begitu, perselisihan fisik yang terbatas tetap terjadi antara Farhan dan Ihsan.

Perkelahian ini segera dipisahkan oleh teman-teman mereka di lokasi bermain domino, sehingga tidak berkembang menjadi pengeroyokan. Namun, dalam kejadian tersebut, terdapat fakta bahwa seorang teman Farhan bernama Reza telah menginjak kepala Ikbal, yang menambah kerumitan situasi.

Pihak keluarga Farhan kemudian melaporkan bahwa anaknya mengalami pengeroyokan dan penganiayaan, meskipun fakta di lapangan menunjukkan perkelahian terbatas yang tidak memenuhi unsur pengeroyokan. Penasihat hukum Ihsan dan Ikbal menyayangkan adanya interpretasi yang keliru terhadap kejadian tersebut, yang seharusnya dapat diselesaikan dengan pendekatan hukum yang adil dan berimbang.

Ditekankan pula, bahwa pihak keluarga Farhan adalah oknum dari kejaksaan yang bertugas sebagai salah satu jaksa di Kejaksaan Tinggi sehingga penting bagi semua pihak menjaga marwah dan integritas institusi hukum seperti kejaksaan dan kepolisian dalam penanganan kasus ini. Penggunaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2023 dan prinsip penegakan hukum harus dilaksanakan secara objektif tanpa bias.

Penasihat hukum berharap bahwa proses hukum dapat berjalan dengan jujur dan adil, serta bahwa fakta-fakta yang sebenarnya di lapangan dapat menjadi landasan dalam pengambilan keputusan demi keadilan bagi semua pihak.

Kejanggalan Proses Hukum dalam Kasus Ihsan dan Ikbal: Klarifikasi dan Keberatan Penasihat Hukum

Penasihat hukum Ihsan dan Ikbal, Jumital,SH menyampaikan keberatan terkait sejumlah kejanggalan yang terjadi selama proses penyidikan dan penahanan kliennya. Ia menyoroti beberapa aspek yang menurutnya perlu mendapat perhatian serius demi menjaga profesionalisme dan keadilan dalam penegakan hukum.

Salah satu kejanggalan utama adalah terkait waktu pelaporan yang terlambat, yakni satu minggu setelah kejadian berlangsung, serta adanya ketidaksesuaian tempat pemeriksaan medis yang digunakan sebagai barang bukti. Orang tua Farhan membawa korban ke Rumah Sakit Yosudarso, padahal yang umum menjadi rujukan kepolisian adalah Rumah Sakit Bhayangkara, menimbulkan keraguan atas validitas bukti medis tersebut

Selain itu, saat klien ditangkap di Pihak Polsek Padang Barat, mereka langsung dijebloskan ke dalam tahanan tanpa diberikan kesempatan untuk memeriksa Berita Acara (BA) secara lengkap. Dokumen penting seperti tanggal penangkapan, penyidikan, dan penahanan tidak dibacakan atau ditandatangani oleh klien dengan pemahaman yang jelas, sehingga ditemukan ketidakjelasan yang menjadi keberatan besar dalam proses hukum ini.

Jumital, Penasihat hukum Ikbal dan Ikhsan menegaskan perlunya pemeriksaan saksi secara profesional, namun dari empat saksi yang diajukan oleh pihaknya hanya satu orang saja yang dihadirkan dalam proses penyidikan, menimbulkan keraguan atas kelengkapan fakta persidangan.

Lebih lanjut, muncul dugaan adanya intervensi dari oknum kejaksaan yang diduga memiliki hubungan keluarga dengan salah satu pihak, yang berpotensi mempengaruhi proses penyidikan secara objektif dan profesional. Penasihat hukum menyatakan siap mengadukan hal ini ke instansi terkait, termasuk Propam Polri, jika tidak ditemukan penyelesaian yang adil. (*)

Exit mobile version