Site icon rakyatsumbar.id

Keadilan, Kebenaran dan Kejahatan: Jalan Panjang Indonesia Merdeka 

H Asril Manan, Ketua KPP Kota Padang.

Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan, 17 Agustus 2025, kita patut bersyukur karena Indonesia telah merdeka selama 80 tahun. Namun, pertanyaan penting masih perlu diajukan: Apakah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sudah benar-benar terwujud?

Sebagai seorang warga negara yang hampir berusia 78 tahun, saya ingin berbagi refleksi. Allah menganugerahkan kita penglihatan, pendengaran, dan hati nurani. Dari ketiga anugerah itu, saya melihat bahwa keadilan sosial masih jauh dari kenyataan. Setiap hari, telinga kita mendengar keluhan rakyat dari Sabang sampai Merauke, sementara hati nurani menegaskan bahwa cita-cita keadilan sosial masih sebatas angan-angan kosong.

Banyak masyarakat, bahkan penyelenggara negara, kerap membelakangi dasar negara: Pancasila dan UUD 1945. Militansi keagamaan dan kebangsaan semakin pudar, sementara sebagian wakil rakyat di DPR tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Bagaimana mungkin keadilan sosial tercapai bila semua hanya berhenti pada slogan?

Krisis Kemanusiaan dan Demokrasi
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab juga makin tergerus. Keikhlasan dan ketulusan dalam membela sesama semakin jarang, sementara penderitaan rakyat terus mengalirkan air mata.

Kondisi demokrasi kita pun patut dikritisi. Demokrasi yang dijalankan kini cenderung mengarah pada demokrasi kapitalis, di mana yang kuat menindas yang lemah. Bahkan, ancaman paham komunisme yang meniadakan hak individu demi negara masih membayangi. Kedua sistem ini sama-sama berbahaya, karena pada akhirnya rakyat kecil yang menderita.

Tak jarang kebijakan justru menyulitkan rakyat. Contohnya, rakyat yang menambang emas disebut ilegal, tetapi ketika pejabat bekerja sama dengan pengusaha besar, justru dianggap legal. Kebijakan semacam ini mematikan rasa kemanusiaan, menumbuhkan ketidakadilan, dan pada akhirnya melahirkan kejahatan di berbagai sektor.

3K: Keadilan, Kebenaran, Kejahatan

1. Keadilan

Salah satu contoh ketidakadilan di bidang ekonomi adalah kasus seorang warga yang terlilit utang sekitar Rp. 480 juta di sebuah bank, dengan jaminan hampir Rp1 miliar. Karena dampak pandemi COVID-19, terjadi keterlambatan pembayaran.

Padahal, nasabah sudah menyatakan kesanggupan menyelesaikan kewajiban, namun pihak bank tetap melelang aset dengan harga jauh di bawah nilai sebenarnya. Inilah potret nyata ketidakadilan.

2. Kebenaran

Kebenaran kini sulit ditemukan. Yang benar bisa diputarbalikkan menjadi salah, sementara yang salah bisa dipoles seolah benar. Semua tergantung pada kekuatan uang dan kepentingan di baliknya. Dalam situasi seperti ini, pintu kejahatan terbuka lebar.

3. Kejahatan

Kejahatan tidak hanya terjadi di tingkat bawah, tetapi juga di kalangan elite. Bahkan, mereka yang seharusnya memberantas kejahatan terkadang justru terlibat di dalamnya, ibarat pepatah Minang: “Pagar makan tanaman.” Demokrasi kapitalis dan ideologi yang menindas hanya memperparah keadaan, sehingga hak rakyat semakin terpinggirkan.

Penutup

Melalui penglihatan, pendengaran, dan hati nurani, kita melihat bahwa bangsa ini membutuhkan perbaikan mendasar. Karena itu, saya mengajak para ulama, TNI-Polri, cendekiawan, dan seluruh elemen masyarakat yang masih mencintai NKRI untuk bersama-sama melakukan perubahan sistem secara damai, demi mengembalikan ruh demokrasi yang sejati: demokrasi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Dengan sistem yang benar benar mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 akan melahirkan pemimpin yang betul betul istiqomah dengan niat yg ikhlas dan tulus dan tekad yang kuat untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia . semoga tercapai. Aamiin aamiin yaa Allah.
Banyak Maaf. (*)

Exit mobile version