Site icon rakyatsumbar.id

Harmonisasi Hukum Adat dan Positif: Ketegangan antara Tradisi Minangkabau dan Hukum Nasional

Oleh: Klenza Mahkduf,  Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang.

Sumatera Barat, sebagai provinsi dengan budaya Minangkabau yang kaya, sering menghadapi masalah hukum yang kompleks. Dalam konteks pengantar ilmu hukum, yang membahas dasar-dasar sistem hukum (seperti hukum positif, hukum adat, dan interaksi antara norma sosial dengan aturan negara).

Masalah di daerah ini mencerminkan ketegangan antara tradisi lokal dan hukum nasional. Saya akan memberikan opini berdasarkan analisis umum, dengan fokus pada harmonisasi hukum untuk keadilan sosial.

Masalah Hukum Utama di Sumatra Barat

Berdasarkan laporan dari sumber seperti Kementerian Hukum dan HAM RI serta kajian akademik, beberapa masalah hukum utama di Sumatra Barat meliputi:

– Konflik Lahan dan Hak Adat: Masyarakat Minangkabau memiliki sistem hukum adat (adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah) yang mengatur kepemilikan tanah secara kolektif. Namun, hukum positif nasional (seperti UU No. 5/1960 tentang Agraria) sering bertentangan, menyebabkan sengketa dengan perusahaan perkebunan atau pertambangan. Contoh: Konflik di Nagari (desa adat) seperti di Bukittinggi atau Solok, di mana lahan adat direbut untuk proyek ekonomi.-

– Korupsi dan Penegakan Hukum: Tingginya kasus korupsi di pemerintahan daerah, seperti penggelapan dana desa atau suap dalam perizinan, menunjukkan lemahnya penegakan hukum. Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan Sumatra Barat sebagai salah satu daerah dengan kasus korupsi tinggi.

– Kejahatan Sosial: Masalah narkoba, perdagangan manusia, dan kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi, dengan hukum adat kadang digunakan sebagai alternatif penyelesaian, namun tidak selalu efektif karena kurangnya integrasi dengan hukum positif.

– Kesenjangan Akses Keadilan: Di daerah pedesaan, masyarakat adat sulit mengakses pengadilan formal, sehingga bergantung pada hukum adat yang tidak terkodifikasi, menyebabkan inkonsistensi.

Pendapat Saya

Dalam pengantar ilmu hukum, saya belajar bahwa hukum bukan hanya aturan kaku, melainkan alat untuk mencapai keadilan sosial. Dan pendapat saya adalah bahwa masalah hukum di Sumatra Barat terutama berasal dari disharmoni antara hukum adat dan hukum positif, yang sering kali menguntungkan pihak kuat (seperti korporasi) daripada masyarakat lokal. Ini melanggar prinsip keadilan distributif yang diajarkan dalam ilmu hukum, di mana hukum harus melindungi hak-hak minoritas.

Untuk mengatasi ini, saya mendorong reformasi hukum yang mengintegrasikan adat Minangkabau ke dalam sistem nasional, seperti melalui pengakuan resmi nagari sebagai entitas hukum (seperti yang diusulkan dalam UU Desa). Penegakan hukum yang lebih kuat terhadap korupsi, dengan melibatkan masyarakat adat dalam prosesnya, bisa mencegah eksploitasi. Jika tidak, masalah ini akan terus memperdalam kesenjangan sosial, seperti yang terlihat dalam studi dari Universitas Andalas yang menunjukkan peningkatan konflik lahan sejak 2010-an.

Kesimpulannya

Masalah hukum di Sumatra Barat adalah cerminan tantangan global dalam harmonisasi tradisi dan modernitas. Dengan pendekatan yang lebih inklusif, seperti yang diajarkan pengantar ilmu hukum, daerah ini bisa menjadi model keadilan yang berkelanjutan. Jika Anda ingin pendalaman spesifik, beri tahu saya!. (*)

Exit mobile version