Site icon rakyatsumbar.id

Guru Besar Kedokteran Unand Serukan Alarm Nasional: Mutasi Dokter PNS Ancam Masa Depan Pendidikan Kedokteran

Guru Besar Kedokteran Unand Serukan Alarm Nasional: Mutasi Dokter PNS Ancam Masa Depan Pendidikan Kedokteran.

Padang, Rakyat Sumbar — Sebanyak 19 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) mengeluarkan Seruan Keprihatinan Ranah Minang dalam sebuah pertemuan di Aula Fakultas Kedokteran Unand, Selasa (20/5). Pernyataan keras itu ditujukan sebagai bentuk kegelisahan atas arah kebijakan pemerintah yang dinilai berpotensi menghancurkan sistem pendidikan kedokteran di Indonesia.

Ketua IDI Wilayah Sumbar, DR. Dr. Roni Eka Sahputra, Sp.OT(K)Spine, menyatakan bahwa komunikasi antara pusat dan institusi pendidikan kesehatan daerah tengah mengalami kebuntuan. “Kami prihatin terhadap dunia pendidikan kesehatan. Komunikasi dengan pusat menjadi hambatan besar. Kami menuntut solusi konkret dan komitmen terhadap masa depan pendidikan kedokteran,” ujarnya.

Puncak acara diisi pembacaan pernyataan sikap oleh Prof. Dr. dr. Hardisman, M.HID, DrPH. FRSPH, yang menyoroti kebijakan mutasi dokter PNS Kementerian Kesehatan dari rumah sakit pendidikan. Kebijakan itu, menurutnya, mengabaikan peran vital dokter spesialis sebagai pengajar utama dalam sistem pendidikan profesi kedokteran.

“Dokter spesialis bukan sekadar pelaksana pelayanan kesehatan, mereka adalah penggerak utama pendidikan klinis. Tanpa mereka, tidak ada pendidikan dokter spesialis yang berkualitas,” tegas Hardisman.

Ia menambahkan bahwa pendidikan profesi kedokteran berjalan dengan standar mutu yang ketat dan diawasi oleh kolegium, lembaga ilmiah yang menyusun kurikulum dan menetapkan capaian pembelajaran. “Kolegium harus steril dari intervensi politik. Pendidikan kedokteran tidak bisa tunduk pada kepentingan kekuasaan,” katanya.

Hardisman juga mengingatkan bahwa pendidikan dokter bukan sekadar pendidikan kejuruan, melainkan menyangkut keselamatan jiwa manusia. “Jika ada pelanggaran etik, harus diselesaikan secara objektif dan berdasarkan bukti, bukan dengan menggeneralisasi dan mengobrak-abrik sistem yang telah terbukti berhasil,” ujarnya.

Atas nama para guru besar, ia mendesak Presiden RI dan Kementerian Kesehatan untuk:

1. Menjamin kesinambungan sinergi antara fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan, khususnya rumah sakit vertikal Kemenkes.

2. Menjaga independensi kolegium dari pengaruh kekuasaan dan politik.

3. Menyelesaikan dugaan pelanggaran pendidikan kedokteran dengan pendekatan berbasis bukti, bukan generalisasi.

4. Mendorong dialog berkelanjutan antara Kemenkes dan institusi pendidikan kedokteran.

“Ini bukan isu lokal. Pendidikan dokter adalah proyek besar bangsa. Penanganannya tidak boleh sepihak,” tandas Hardisman.

Seruan serupa juga disuarakan guru besar dari berbagai universitas ternama di Indonesia, termasuk UI, UGM, UB, USU, UNS, Unhas, Unpad, Unram, USK, Undip, Unair, Unsrat, UIN, UHO, hingga ULM. Gelombang keprihatinan ini menunjukkan bahwa persoalan yang terjadi telah menjadi masalah nasional yang memerlukan perhatian serius dan tindakan cepat dari pemerintah pusat.(edg)

Exit mobile version